Makkah Al mukarromah Terus berkembang menjadi kota suci modern. Jam empat sisi yang berada di puncak kompleks Abraj Al-Bait berada di dekat Masjidil Haram.(saudi Press Agency)
Peran Makkah Almukarramah kini tak sekadar sebagai kiblat salat umat Islam. Kota suci itu diharapkan juga menjadi kiblat waktu, setidaknya bagi 1,5 miliar Muslim sedunia. Ini seiring beroperasinya Abraj Al-Bait alias Menara Jam Makkah tepat pada hari pertama Ramadan di Arab Saudi, Kamis (12/8)
Selama ini, standar waktu internasional mengacu kepada Greenwich Mean Time (GMT). Lebih seabad lamanya, sebuah titik di atas sebuah bukit di tenggara London, telah diakui sebagai pusat waktu dunia dan titik awal resmi setiap hari baru.
Namun kehadiran Menara Jam Makkah coba menantang supremasi itu.
Sejak lama dunia Islam meyakini jika Makkah lebih tepat ditetapkan sebagai poros bumi. Ulama besar Mesir Yusuf Qardawi dalam acara televisinya yang populer “Syariah dan Kehidupan” mengatakan, Makkah adalah meridian utama karena berada di “titik keselarasan magnetis (utara) sempurna” bumi. Dia mengklaim kota suci itu adalah zona nol magnet
Ilmuwan Arab, seperti Abdul Basyit dari Pusat Penelitian Nasional Mesir, juga meneliti bahwa tidak ada gaya magnet di Makkah. "Itu sebabnya jika seseorang tinggal atau melakukan perjalanan di sana, dia akan lebih sehat karena tak dipengaruhi gravitasi bumi," kata Basyit seperti dikutip Telegraph. “Anda mendapatkan energi,” sambung dia.
Ilmuwan Barat jelas menentang pernyataan tersebut. Mereka bersikukuh dengan mengatakan bahwa kutub magnet utara berada di garis bujur yang melewati Kanada, Amerika Serikat, Meksiko, dan Antartika.
Menara Jam Makkah sendiri sangat mirip dengan jam lonceng BigBen yang berada di Menara St Stephen, London. Dengan tinggi sekira 600 meter, menara ini mengalahkan BigBen yang tingginya cuma 94,8 meter dengan lebar 6,9 meter. Selain bisa dilihat empat arah (dari jarak maksimal 28,8 kilometer), jam selebar 45 meter ini diterangi dua juta lampu LED. Ada tulisan Arab besar “Dengan Nama Allah.”
Keunikan jam lainnya adalah, setiap waktu salat tiba, sebanyak 21 ribu lampu hijau dan putih akan berpendar-pendar. Ini tanda untuk mengingatkan kaum Muslimin agar segera salat.
Nah, jam ini akan beroperasi dengan standar sendiri, yakni Standar Waktu Saudi (AST) atau tiga jam lebih cepat ketimbang GMT.
Jam itu ditempatkan di atas Makkah Royal Clock Tower yang mendominasi kota suci Islam itu. Ini adalah jantung dari sebuah kompleks luas yang didanai Pemerintah Arab Saudi, yang di dalamnya terdapat hotel, pusat perbelanjaan, dan ruang konferensi. Kelak bangunan ini sekaligus menjadi yang tertinggi kedua di dunia, setelah Burj Khalifa di Dubai.
Jadi, dari sisi ilmiah, kehadiran Menara Jam Makkah adalah tantangan bagi supremasi GMT. Dari sisi keyakinan, jam “zona nol magnet” itu juga penentangan terhadap standar waktu dunia yang harus berpusat di London.
Seperti yang dikatakan Mohammed al-Arkubi, manajer salah satu hotel di kompleks Makkah Royal Clock Tower itu. “Menempatkan waktu Mekkah di hadapan GMT. Itulah tujuannya!
Peran Makkah Almukarramah kini tak sekadar sebagai kiblat salat umat Islam. Kota suci itu diharapkan juga menjadi kiblat waktu, setidaknya bagi 1,5 miliar Muslim sedunia. Ini seiring beroperasinya Abraj Al-Bait alias Menara Jam Makkah tepat pada hari pertama Ramadan di Arab Saudi, Kamis (12/8)
Selama ini, standar waktu internasional mengacu kepada Greenwich Mean Time (GMT). Lebih seabad lamanya, sebuah titik di atas sebuah bukit di tenggara London, telah diakui sebagai pusat waktu dunia dan titik awal resmi setiap hari baru.
Namun kehadiran Menara Jam Makkah coba menantang supremasi itu.
Sejak lama dunia Islam meyakini jika Makkah lebih tepat ditetapkan sebagai poros bumi. Ulama besar Mesir Yusuf Qardawi dalam acara televisinya yang populer “Syariah dan Kehidupan” mengatakan, Makkah adalah meridian utama karena berada di “titik keselarasan magnetis (utara) sempurna” bumi. Dia mengklaim kota suci itu adalah zona nol magnet
Ilmuwan Arab, seperti Abdul Basyit dari Pusat Penelitian Nasional Mesir, juga meneliti bahwa tidak ada gaya magnet di Makkah. "Itu sebabnya jika seseorang tinggal atau melakukan perjalanan di sana, dia akan lebih sehat karena tak dipengaruhi gravitasi bumi," kata Basyit seperti dikutip Telegraph. “Anda mendapatkan energi,” sambung dia.
Ilmuwan Barat jelas menentang pernyataan tersebut. Mereka bersikukuh dengan mengatakan bahwa kutub magnet utara berada di garis bujur yang melewati Kanada, Amerika Serikat, Meksiko, dan Antartika.
Menara Jam Makkah sendiri sangat mirip dengan jam lonceng BigBen yang berada di Menara St Stephen, London. Dengan tinggi sekira 600 meter, menara ini mengalahkan BigBen yang tingginya cuma 94,8 meter dengan lebar 6,9 meter. Selain bisa dilihat empat arah (dari jarak maksimal 28,8 kilometer), jam selebar 45 meter ini diterangi dua juta lampu LED. Ada tulisan Arab besar “Dengan Nama Allah.”
Keunikan jam lainnya adalah, setiap waktu salat tiba, sebanyak 21 ribu lampu hijau dan putih akan berpendar-pendar. Ini tanda untuk mengingatkan kaum Muslimin agar segera salat.
Nah, jam ini akan beroperasi dengan standar sendiri, yakni Standar Waktu Saudi (AST) atau tiga jam lebih cepat ketimbang GMT.
Jam itu ditempatkan di atas Makkah Royal Clock Tower yang mendominasi kota suci Islam itu. Ini adalah jantung dari sebuah kompleks luas yang didanai Pemerintah Arab Saudi, yang di dalamnya terdapat hotel, pusat perbelanjaan, dan ruang konferensi. Kelak bangunan ini sekaligus menjadi yang tertinggi kedua di dunia, setelah Burj Khalifa di Dubai.
Jadi, dari sisi ilmiah, kehadiran Menara Jam Makkah adalah tantangan bagi supremasi GMT. Dari sisi keyakinan, jam “zona nol magnet” itu juga penentangan terhadap standar waktu dunia yang harus berpusat di London.
Seperti yang dikatakan Mohammed al-Arkubi, manajer salah satu hotel di kompleks Makkah Royal Clock Tower itu. “Menempatkan waktu Mekkah di hadapan GMT. Itulah tujuannya!
0 komentar:
Posting Komentar